Bismillahirrahmaanirraheem
Assalamualaykum semua ......
Sambil menunggu waktu, ana share sedikit untuk mengingatkan diri sendiri dan para single ....... sudah siapkah antun berumah tangga? ?? hehehehe...
"Rumahku syurgaku”, “Baiti Jannati” atau “Home Sweet Home” adalah satu pernyataan yang menggambarkan betapa indah dan bahagianya kehidupan di alam rumah tangga......(hehehehe.....begitu yaaa ......). Rumahtangga adalah syurga dunia. Inilah yang menjadi impian setiap insan yang ingin berumahtangga. Ini merupakan suatu nikmat dunia yang merupakan tanda kebesaran dan kasih sayang Allah kepada manusia, sehingga seolah-olah menjadi syurga bagi yang menikmatinya...... Perasaan bahagia, tenang dan saling berkasih sayang yang dirasakan dalam suasana rumah tangga (sakinah, mawaddah wa rahmah) adalah suatu rahmat karunia Allah Swt yang sulit di gambarkan sepenuhnya oleh coretan pena atau ungkapan kata-kata. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah ArRum ayat 21:
"Dan di antara tanda-tanda (kebesaranNya), ialah bahawa Dia menciptakan jodoh untukmu dari dirimu, supaya kamu bersenang-senang kepadanya dan Dia mengadakan sesama kamu kasih sayang dan rahmat. Sesungguhnya tentang demikian itu, menjadi tanda bagi kaum yang memikirkan”.
Rumahtangga seperti sebuah negara yang kecil. Sebuah negara yang merdeka. Yang mampu dan berkeinginan memenuhi keperluan dan melindungi warganya. Begitu juga dalam mendirikan rumah tangga, kepala keluarga mesti membentuk susunan pemerintahan agar mampu berjalan dan memenuhi kebutuhan, perlindungan dan kesejahteraan bagi para anggota-anggotanya. Sebagaimana namanya, rumah dan tangga .... ya seperti sebuah bangunan. Tegaknya sebuah rumah tangga perlu dibangun di atas dasar yang kukuh, tiang-tiang yang tegak, dinding yang kuat serta atap yang teduh dan rapat. Barulah akan menjadi sebuah bangunan yang kokoh, pantas ditempati dan nyaman. Namun, tidak cukup dengan bangunan yang lengkapan saja. Rumahtangga perlu juga disertai nilai spiritual. Rumah tangga yang tidak mempunyai roh, akan mudah runtuh bagaikan mayat hidup, hidup seperti tidak berarti lagi. Maka wajib bagi pemerintah rumah tangga itu menyediakan segala keperluan dari sudut fisikal mau pun spiritual rakyat dalam negara mininya itu.
Menjalani kehidupan berumah tangga juga sering diibaratkan sebagai sebuah kapal yang berlayar di lautan. Pelayarannya tidak selalu tenang, pasti akan ada saja badai ujian dan ada kalanya badai fitnah yang akan melanda. Salah perhitungan, mungkin juga mengakibatkan karam (ya...ana juga pernah mengalami "kekaraman" rumah tangga). Maka rumah tangga akan bertukar menjadi neraka dunia.
Ada pula yang menggambarkan perkahwinan itu sebagai suatu perjudian hidup, kemungkinan untuk menang dan tewas sama besar, oleh karena itu pernikahan mungkin juga digambarkan sebagai suatu angan-angan indah di tepi jurang yang mengerikan (masa sih se parah itu.....gak juga laah...... ). Maka, tidak heran jika ada yang amat takut untuk menempuhnya. Dari sudut yang lain, adalah merupakan suatu fitrah. Siapa yang tidak ingin untuk membina mahligai bahagia? Namun kita perlu sedar bahawa untuk mencapai impian indah itu tidaklah semudah kita memetik jari, meskipun begitu......juga tidaklah sampai sesulit memindahkan sebuah bukit Hehehe. .......
Dilema inilah yang membuat sebagian para single ..... baik si gle yang pernah berumah tangga ataupun singgle yang belum oernah berumah tangga kadang merasa khawatir memulai langkah untuk hidup di alam ini, seterusnya menjadikan mereka ragu-ragu...... meskipun tak sedikit yg dalam lamunan cinta. Seterusnya, mengakibatkan perasaan "serba salah" dalam melalui proses ke jenjang perkahwinan. Bagi para "jomblo" yang belum membuat keputusan untuk menikah dinasihatkan, lalui dulu proses pemantapan hati...... hehehehe....... (dah macam pakar pulak ana ini yaa....nujur ....ana juga dalam masa itu saat jni). Ini dapat dilakukan dengan memperbanyak munajat kepada Allah Swt pada waktu sholat tahajud, sholat istikharah dan sholat hajat. Apabila ibadah ini dilakukan terus - menerus secara istiqamah, insya Allah pendirian akan bulat, hati semakin mantap. Seterusnya langkahnya menuju gerbang pernikahan akan menjadi langkah suci tulus ikhlas dengan penuh keyakinan dan tawakkal kepada Allah dan IInshaAllah akan dipermudah oleh Allah.
Sebagai sebuah sunnatullah, sudah pasti pernikahan itu menjadi hak setiap orang. Kita juga mesti ingat bahwa setiap hak mempunyai nilai amanah. Ini penting, sebab manakala hak itu dibebaskan dari tanggungjawab amanah, maka kezaliman dan kesewenang-wenangan akan berlaku. Setiap hak dan amanah tadi menuntut seseorang itu agar mampu dan memenuhi syarat sebagai mukallaf. Taklif (tanggung jawab) yang mesti dipikul oleh muslim dan muslimah yang mengikat diri mereka dalam ikatan pernikahan memang bukan ringan, tetapi ini adalah sesuatu yang indah. Tidak heran kenapa para ulama berpendapat medan pernikahan dan rumah tangga itu umpama jihad yang agung, kerana menuntut pengorbanan yang penuh, namun juga penuh dan banyak dengan pahala dari Allah Swt.
Perkahwinan adalah ikatan yang suci, terhormat, dan tidak boleh dicampur-adukkan dengan bentuk-bentuk yang mencemarinya. Ini berarti bahwa ia mesti dijauhkan dari unsur jahiliyah yang merusak baik itu semasa proses untuk membinanya mau pun setelah proses membangunnya. Selalu ada saja gangguan dan cobaan untuk meruntuhkannya. Sebagaimana besarnya amanah menegakkan rumah tangga begitu jugalah beratnya tanggung jawab yang perlu dipikul untuk memelihara keutuhan mahligai itu. Perkara ini perlu ditegaskan sejak pertama pembinaannya agar benar-benar disadari.
Oleh yang demikian, persediaan pribadi harus dipersiapkan sebelum memasuki jenjang pernikahan. Antara persiapan penting adalah membentuk pribadi yang matang, yaitu mampu untuk berdikari.
Berikut adalah beberapa persiapan kematangan yang perlu diperhatikan oleh bakal suami/isteri:
I. Kematangan Emosi.
Kematangan emosi bermaksud sejauh mana seseorang itu telah mampu melepas diri dari bergantung kepada mereka yang selama ini dominan terhadap dirinya. Sering kita berjumpa pasangan yang baru berumahtangga di mana suami dan isteri belum dapat saling mengikat diri mereka dengan kuat. Misalnya, si isteri yang masih merasakan ikatan emosional yang lebih erat dengan orang tuanya, akan selalu membawa persoalan rumahtangganya kepada orang tuanya sebelum diusahakan penyelesaian bersama suaminya. Bagi suami yang belum matang emosinya pula, biasanya tidak dapat bertanggungjawab sepenuhnya. Ia sering meminta pendapat ibu bapanya untuk menangani masalah berkaitan isterinya atau dalam membuat sesuatu keputusan. Inilah rumahtangga yang masih memerlukan “pengembalaan” wah kaya embek aja hihihihi....... Ketidak matangan emosi suami/ isteri mungkin akan mengakibatkan suasana tegang malah perselisihan dalam rumahtangga yang baru dibina itu.
II. Kematangan Sosial.
Kematangan sosial dapat digambarkan sebagai kemampuan seseorang untuk berhubungan dan berinteraksi dengan orang lain secara sihat dan memuaskan. Ia akan mampu memahami keadaan orang lain, baik kelebihannya mahupun kekurangannya. Sebaliknya ia juga dapat menerima kekurangan dan kelebihan dirinya. Dengan kefahaman seperti ini ia tidak akan menyulitkan dirinya sendiri dan juga tidak menyulitkan orang lain. Mutu komunikasi antara suami isteri yang lemah menandakan ketidak matangan sosial mereka. Seseorang itu juga mestilah melatih dirinya dengan sifat sabar, supaya dapat menerima kelemahan dan kekurangan tingkah laku yang tidak disukai pada pasangannya. Ini adalah kerana ia juga mempunyai kelemahan yang harus dihadapi oleh pasangannya. Kesediaan menerima dan menyesuaikan diri ini, menjadikan pasangan suami isteri lebih matang dan dewasa dari aspek sosial.Seperkara lagi dalam aspek kematangan sosial yang mesti diperhatikan adalah kemampuan bersosial dengan keluarga dan saudara mara pasangannya. Mereka yang matang akan dapat berinteraksi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan keluarga pasangannya dengan baik. Seorang suami/isteri tidak dikatakan matang sosialnya jika hanya berjaya menyesuaikan diri dengan pasangannya sahaja tetapi tidak dengan keluarga dan saudara mara pasangannya itu.
III. Kematangan Spiritual.
Kematangan spiritual pula berhubungan dengan sejauh mana kemantapan iman dan kemampuan dalam berdikari terhadap sikap dan prinsip-prinsip yang digariskan Islam. Persoalan jodoh iaitu bila dan siapa jodoh kita, sebenarnya telah ditentukan Allah SWT sejak pertama kali roh ditiupkan kepada kita iaitu semasa dalam kandungan ibu kita lagi. Soal jodoh, rezeki, dan ajal itu adalah hal ghaib yang sepenuhnya di tanganNya. Kita hanya diwajibkan untuk berikhtiar. Tetapi, jalan atau cara kita berikhtiar itulah yang perlu diteliti agar sikap dan tindakan kita berdasarkan prinsip yang digariskan Islam.
Persoalannya, apakah cara berikhtiar itu masih dalam batas-batas syara’ dan akhlak Islam ? Ada sebagian orang yang sangat bersemangat untuk menikah, sehingga apabila ia mengalami halangan dalam perjalanan ikhtiar , lantas ia nekad menentang segala hambatan dengan cara kasar dan tidak berakhlak. Biasa juga terjadi, tanpa memperdulikan pandangan dan nasihat orang tua, keluarga, calon mertua dan tokoh masyarakat, pasangan calon pengantin itu “kahwin lari”. Sebaliknya ada pula yang amat lemah pendiriannya sehingga mereka menjadi anak yang terlalu menurut kata orang tuanya dan keluarga, sehingga hal yang dilarang ajaran Islam (dalam hal yang berhubungan dengan pernikahan, seperti kriteria pemilihan calon, berkenalan dan sebagainya) pun tidak berdaya untuk mengatakan tidak. Yang penting kahwin, kata mereka. Kedua keadaan di atas jelas menunjukkan belum adanya sikap berdikari dalam prinsip atau belum mencapai kematangan spiritual.
IV. Kemampuan berdikari dalam ekonomi
Walau pun kita tidak meletakkan material sebagai keutamaan , tetapi kita perlu bersikap realistik. Berbagai kebutuhan pkkok dalam rumah tangga membutuhkan keuangan yang terus menerus. Biaya Kotrak rumah, perabot dan peralatan rumah, biaya listrik air, telefon, makanan dan pakaian semuanya memerlukan kwuangan. Oleh karena itu, calon suami harus mampu menanggung kebutuhan hidup diri dan anggota keluarga dalam rumah tangganya. Apalagi kalau sudah mempunyai anak. Biayaan gizi, kesihatan dan pendidikan anak tidak bisa dihadapi hanya dengan modal semangat tinggi dan tawakal saja. Bukankah tawakal itu sendiri bermakna tidak membiarkan unta lepas begitu saja, tapi harus diikat dulu? Bagi yang telah berpendapatan tetap, walau pun bisa menanggung biaya hidup keluarga, perlu juga diingatkan supaya berhemat ketika berbelanja untuk walimatul urus. Tidaklah dikatakan matang jika sudah mempunyai anak, tetapi masih menanggung hutang biayq perkawinan.
Oleh karena itu, persiapan pernikahan perlukan diperhitungan secara realistik. Rencana persiapan pernikahan yang kitq bahas pada kali ini, hanya berfokus kepada aspek persediaan dari sudut kematangan dan kemampuan berdikari saja. Terdapat aspek-aspek lain seperti kapankah usia yang sesuai untuk pernikahan dan mengenali rintangan dalam langkah-langkah menuju pernikahan yang perlu dibicarakan dalam menilai apakah seseorang itu sudah bersedia untuk menikah. Walau bagaimana pun penjelasan di atas semoga dapat menjadi sedikit pandangan bagi single sebelum melangkah ke jenjang pernikahan. Sesungguhnya pernikahan bagi orang yang bertaqwa merupakan satu ibadah untuk mendekatkan dirinya kepada Allah. Semoga usaha melengkapi diri sebelum menikah juga dihitung sebagai ibadah….
" Ya Tuhan kami! anugerahkan kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati kami dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa" Amin.....
Wallahu alam
Alhamdulillah
Salam sayang dari sebrang....
Wa Assalamualaykum
With love by Ima Khan